Tak hanya itu, Koko juga diketahui memiliki sebuah kafe di wilayah Pandaan yang disebut-sebut menjual berbagai jenis miras oplosan berbahaya dan rokok ilegal. Aktivitas ilegal ini dinilai sangat merugikan negara dan membahayakan keselamatan masyarakat, khususnya kalangan generasi muda yang menjadi konsumen dari miras oplosan tersebut.
Koko bukanlah nama baru dalam dunia kejahatan. Ia pernah dipenjara atas kasus pengoplosan gas elpiji dan perjudian jenis togel. Pada Oktober 2024 lalu, ia kembali tersandung masalah hukum di wilayah Polresta Sidoarjo. Dalam penindakan saat itu, petugas menyita 5 unit mobil, 90 tabung gas elpiji 3 kilogram, dan 170 tabung gas elpiji 12 kilogram. Namun, mengejutkan publik, seluruh barang bukti tersebut dikabarkan telah dikembalikan kepada Koko pada 19 Oktober 2024 oleh Polresta Sidoarjo.
Salah satu kasus yang paling mencolok melibatkan Agus Yuwono, seorang karyawan yang disebut dijadikan korban oleh Koko saat kasus pengoplosan mencuat di Polresta Sidoarjo. Dalam proses hukum tersebut, Agus disebut dipaksa untuk mengaku sebagai pemilik usaha milik Koko demi melindungi sang pemilik asli dari jeratan hukum.
Akibat peristiwa itu, Agus Yuwono kini dilaporkan tidak pernah kembali ke kampung halamannya di Bekasi. Bahkan, hingga saat ini ia dikabarkan tidak berani kembali ke Pasuruan karena merasa telah dikorbankan dan takut terhadap kemungkinan ancaman atau tekanan lebih lanjut.
Setelah Agus Yuwono — salah satu karyawannya — menghilang usai diduga dikorbankan dalam kasus sebelumnya, kini usaha ilegal tersebut diteruskan oleh anak buah Koko yang bernama Dedy.
Informasi ini semakin memperkuat dugaan bahwa Koko bukan hanya sekadar aktor tunggal dalam bisnis ilegal, tetapi juga diduga menjalankan praktik manipulatif yang merugikan banyak pihak, termasuk orang-orang yang bekerja untuknya.
Menurut sumber terpercaya berinisial GEW, lokasi pengoplosan elpiji dilakukan di rumah pribadi Koko, tepatnya di bagian tengah belakang rumah. Di depan rumah, tampak dua gudang elpiji dengan pintu harmonika bercat hijau.
GEW mengungkapkan bahwa praktik pengoplosan dilakukan pada malam hari untuk menghindari pantauan petugas. "Modus mereka, saat pengiriman tidak dilengkapi segel dan tutup, sehingga terlihat seperti tabung kosong," ungkap GEW kepada sejumlah media. Segel dan tutup tersebut, lanjut GEW, baru akan diberikan saat sudah tiba di pengepul. Biasanya, pengiriman dilakukan selepas Subuh dan bahkan melewati depan Mapolres Pasuruan menuju ke wilayah Sidoarjo.
Tak hanya itu, GEW menyebut adanya dugaan pembiaran dari aparat penegak hukum, bahkan mengisyaratkan bahwa ada “atensi bulanan” dari pelaku kepada pihak tertentu. “Ini bukan rahasia umum lagi. Kalau tidak ada yang membekingi, mana mungkin bisa berjalan lancar seperti ini?” tegasnya.
Sumber menyebutkan bahwa setelah proses pemindahan gas dari tabung elpiji subsidi 3 kilogram ke tabung non-subsidi selesai, para pekerja di bawah kendali Koko langsung membersihkan lokasi dan membawa pulang alat utama berupa selang pengoplos. Langkah ini diduga dilakukan untuk menghindari temuan aparat penegak hukum jika sewaktu-waktu ada penggerebekan atau pengawasan.
“Setiap selesai kerja, selangnya langsung dibawa pulang sama anak buahnya. Mereka tidak pernah tinggalin alat di lokasi. Jadi kalau polisi datang, enggak ada barang bukti,” ujar sumber tersebut kepada tim media.
Informasi lain juga menyebut adanya dugaan keterlibatan oknum TNI berinisial ARF yang membackup kegiatan ilegal tersebut. Ini menambah panjang daftar persoalan yang mengitari aktivitas mafia oplosan ini.
Sejumlah tokoh masyarakat Pasuruan mendesak agar aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap mafia oplosan seperti Koko dan jaringan di belakangnya. “Kalau dibiarkan, ini akan merusak generasi muda dan merugikan negara secara besar-besaran,” ujar salah satu pentolan masyarakat Pasuruan.
Mereka berharap, pihak kepolisian dan instansi terkait tidak hanya menindak kaki tangan pelaku, tetapi juga aktor utamanya serta para oknum yang diduga memberikan perlindungan terhadap aktivitas ilegal tersebut.(Tim:Red)
Catatan Redaksi:
Berita ini ditulis berdasarkan keterangan dari narasumber yang tidak bersedia disebutkan identitas lengkapnya demi alasan keamanan. Kami membuka ruang hak jawab kepada pihak-pihak yang disebutkan dalam pemberitaan ini sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.


0 Komentar